Sepangsa Rasa




/1/
Untuk apa dirimu takut menyelami samudera perasaanku
Padahal dirimu yang paling berhak atas semua mutiaranya
Untuk apa khawatir mendaki dariku menjulangnya ancala
Padahal kau tahu hanya namamu yang ada di puncaknya
Untuk apa meminta izin untuk hadir di tata surya asmaraku
Padahal kausadar bahwa engkau sendiri mataharinya
Untuk apa lagi engkau mengetuk pintu mahligai hatiku
Padahal engkaulah pemilik singgasananya
/2/
Segudang harta karun mudah kukumpulkan
Sejuta candi dari syair sedetik kuciptakan
Namun, kuatnya rasa hanya bisa ditenun oleh zaman
Kehilangan harta takkan sengsara
Kehilangan nama bukan sebuah mala
Namun, kehilangan makna cinta?
Lebih baik binasa dimakan bencana
Hidup laksana tanpa kepala
Hidup laksana tanpa dada
/3/
Jangan pernah lelah untuk saling mengasihi
dengan kausa yang tak dapat terucap oleh bibir
dengan sebab yang tak sanggup terlukis oleh benak
dengan alasan yang tak mampu tertampung oleh hati
Secercah dalih yang tidak ada di ruang dan waktu
Semoga satu-satunya keteduhan menaungi dua kepala kita
Ketika panas matahari siap membakar seluruh manusia
Menjadi salah satu bagian dari yang ‘tujuh’ itu
/4/
Jadilah bumi dengan semua hijau di atasnya
Lengkap dengan rindang yang memberi ketenangan
Utuh dengan tanah yang mengandung cinta
Sempurna dengan udara yang bernafaskan kasih
Dengan air yang menjadikan manusia terus berpikir
/5/
Aku adalah air yang menggenang di satu sudut bumi,
dan dapat menguap sewaktu-waktu.
Ketika alam bertitah maka aku harus pergi,
lantas menghilang dari pandanganmu.
Namun, kalau engkau mau bersabar sesaat,
aku akan kembali datang kembali ke atas kepalamu
menjadi hujan deras yang sanggup membanjiri hatimu
dengan kasih dan dengan cinta.
/6/
Sekalipun dua benua membentang ruang,
sekalipun siang dan malam menggelar waktu,
bilamana cinta di hati telah terbit dengan terang,
masihkah ada dinding jarak yang menghalangiku?
Kairo, 31 Desember 2023

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama