(Catatan dari diktat kuliah; berbagi rangkuman dan terjemahan pribadi; bisa salah dan bisa sesat, pembaca silakan kritisi lagi; disarikan secara kontekstual jadi gak plek ketiplek; – pelajaran Falsafah 'Ammah, Bab I, ushuluddin tingkat dua, Al-Azhar)
Membahas tentang pengantar filsafat, kita perlu mengetahui apa itu filsafat.
Pengertian filsafat yang akan disajikan selanjutnya dibagi menjadi dua. Mari
mengenali filsafat secara etimologis dan secara terminologis.
Definisi etimologis
Secara etimologis atau akar bahasa, filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan
serapan[1]
dari kosakata bahasa Yunani yaitu Philosophy. Diambil dari kata “philo” artinya
cinta, dan “sophy” yang artinya kebijaksanaan. Status serapan pada kata ini di
dalam bahasa Arab dikuatkan dari penjelasan Al-Farabi (baca sendiri di diktat).
Dalam hal akar kata ini, semuanya satu pendapat.
Siapa yang pertama kali menggunakan kata filsafat?
Sebagian ilmuwan berbeda pendapat dalam siapa yang pertama kali menggunakan
istilah filsafat atau philosophy. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa
kata ini digunakan pertama kali oleh Socrates, ini dijelaskan oleh pandangan
Plato di mana kata ini digunakan saat itu untuk membedakan kaum philosophist
(filosofis/filsuf) dan kaum sophist (sofis). Di mana kaum filsuf adalah
golongan yang mencari pengetahuan murni tanpa sebuah kepentingan, sedangkan kamus
sofis adalah golongan yang berkeliling mengajar golongan muda untuk mendapatkan
upah.
Sejarawan berpendapat bahwa yang pertama kali menggunakan istilah filsafat
(philosophy) adalah Phytagoras (497 SM) dengan makna “pencarian esensi dari
segala hal”. Ini dilandasi dari perkataanya: Sebagian manusia mendambakan reputasi,
sebagian lain disibukkan dengan harta, dan sedikit dari mereka yang tidak tergoda
atas hal-hal tadi dan selalu berusaha mencari fitrah atau asal-muasal dari segala
sesuatu; orang-orang inilah yang disebut dengan pecinta kebijaksanaan, atau
filsuf.
Definisi terminologis
Berbeda dengan pandangan seputar akar kata filsafat yang disepakati, perlu
dicatat bahwa sangat sulit sekali untuk mematenkan definisi filsafat secara
komprehensif dan eksklusif (jami’ wa mani’). Tidak sesederhana
seperti menjelaskan Geologi sebagai ilmu yang membahas lapisan bumi, Astronomi
yang membahas benda-benda langit, atau Biologi yang membahas fenomena alam.
Kesulitan ini bersumber dari dua faktor: 1) Perbedaan konsep atau pemahaman
dari setiap zaman – tidak sama mafhum filsafat antara zaman Yunani,
zaman pertengahan, dan zaman modern; 2) perbedaan konsep atau pemahaman dari
setiap aliran – tidak bisa disamakan pemahaman filsafat bagi aliran empirisme,
idealisme, intuisionisme, apalagi pragmatisme.
Untuk lebih lanjut, itu kita akan membedah dan membahas pembagian definisi
filsafat dari zaman atau era. Pembagian ini akan dibagi menjadi tiga: Zaman Yunani,
Zaman Pertengahan, dan Zaman Modern. Setiap zamannya memiliki pembagian masa
lagi yang lebih rinci. Dari pembahasan ini kita akan menyarikan persamaan dan
perbedaannya.
I.
Zaman Yunani
Perkembanagan definisi filsafat pada zaman Yunani dapat dibagi menjadi tiga
masa:
1.
Masa Sebelum Socrates.
Pada masa ini para filsuf memfokuskan pembahasan
mereka pada fenomena alam semesta, serta unsur-unsur pembentuk alam. Ini
ditengarai oleh perbedaan pendapat mereka tentang elemen dasar pembentuk alam, menurut
Thales adalah air, menurut Anaximenes adalah udara, dan menurut Demokritos elemen
dasar pembentuk alam adalah atom.
2.
Masa Socrates Vs Sophis
Dalam masa ini, para filsuf mulai membahas manusia
alih-alih fenomena alam. Ini dilatarbelakangi oleh sikap dari kaum sofis yang
menggunakan pengetahuan hanya sebagai permainan kata retoris tanpa berorientasi
kepada kebijaksanaan sikap yang dilandasi pengetahuan akan yang batil dan hak.
Dalam hal ini, King Socrates (469-399 SM) membenarkan gaya hidup niretika yang terjadi
di Yunan akibat sofisme. Ajaran yang dibawakan Socrates adalah tentang
berkehidupan baik dengan landasan moral.
3.
Masa Plato dan Aristoteles
Dalam masa selanjutnya, filsafat mulai melebar
secara luas. Plato (427-348 SM) membahas first principles atau al-mabda’
al-awwal alias prinsip dasar keberadaan, awal kausalitas (sebab-seban pertama),
alam, dan manusia. Dengan demikian, maka filsafat menurutnya adalah meletakkan
sebuah pengetahuan apapun pengetahuan itu. Dan filsuf adalah seseorang yang
memiliki tujuan mencapai pengetahuan dari esensi segala sesuatu, keabadian ‘ide’,
dan prinsip dasar keberadaan.
Aristoteles (384-322 SM) memiliki konsep filsafat
yang lebih luas. Menurutnya filsafat adalah pengetahuan atas eksistensi dari
hal-hal yang eksis, atau pembahasan atas ilmu sendiri, atau pengetahuan atas sebab-sebab
pertama, dan prinsip dasar keberadaan. Dia sendiri membagi filsafat menjadi
dua, satu membahas tentang hal-hal di balik alam, dan kedua membahas ilmu alam.
Al-Kindi menjelaskan di Risalah al-Hudud bahwa
definisi filsafat menurut para filsuf Yunani terkhusus Plato dan Aristoteles
memiliki konsep yang berbeda dengan ringkasan sebagai berikut:
· Fokus terhadap akar
kata filsafat: cinta kebijaksanaan.
· Pengertian yang
mendefinisikan pekerjaan dan tujuan dari seorang filsuf.
· Kesempurnaan etis manusia
dicapai dengan bersikap sesuai dengan titah Tuhan sesuai kemampuannya.
· Kesadaran terhadap
adanya kematian, berkaitan dengan upaya membunuh syahwat merupakan sebuah jalan untuk
menggapai kebaikan secara pengetahuan dan moral.
· Pengertian yang
menjelaskan esensi filsafat, komprehensivitas, dan keterhubungannya dengan berbagai
disiplin ilmu adalah bahwa filsafat merupakan induk segala ilmu dan sumber
kebijaksanaan.
4.
Masa Epikureanis dan Stoikis
Dalam masa ini, definisi filsafat kembali menyempit
karena mulai condong ke orientasi etika dan gaya hidup manusia secara praktis.
Stoikis sendiri berpendapat bahwa filsafat adalah seni berkebaikan, dan upaya
mengimplementasikannya secara praktis ke dalam hidup. Sedangkan Epikureanis
memandang bahwa filsafat adalah usaha untuk menggapai kebahagian melalui
penggunaan akal. Ini secara gamblang menegaskan bahwa filsafat pada masa ini adalah
tentang etika praktis. Ciceros sendiri memberi pengertian terhadap filsafat
dengan ucapannya, “Duhai filsafat, Engkau yang mengatur hidup kami, pembela
kebaikan dan pelawan kejahatan, apa jadinya hidup ini tanpa Engkau?” Secara ringkas,
filsafat pada masa ini beriorientasi pada pengamalan atau praktek kebijaksanaan
dalam hidup, dan bukan hanya mengolah pikir tanpa adanya implementasi praktis. Artinya,
pada masa ini terjadi asimilasi pada filsafat Yunani dengan kearifan timur
sehingga filsafat juga berarti tentang membangun jiwa secara spiritual (tasawuf).
II.
Zaman Pertengahan
– proses semoga lanjut